Konflik berasal dari kata kerja Latin configere yang berarti saling memukul. Secara sosiologis, konflik
diartikan sebagai suatu proses sosial antara dua orang atau lebih (bisa juga
kelompok) dimana salah satu pihak berusaha menyingkirkan pihak lain dengan
menghancurkannya atau membuatnya tidak berdaya.
Robbin (1996: 431)
mengatakan konflik dalam organisasi disebut sebagai The Conflict Paradoks,
yaitu pandangan bahwa di sisi konflik dianggap dapat meningkatkan kinerja
kelompok, tetapi di sisi lain kebanyakan kelompok dan organisasi berusaha untuk
meminimalisasikan konflik. Pandangan ini dibagi menjadi tiga bagian, antara
lain:
1.
Pandangan tradisional (The
Traditional View).
Pandangan ini menyatakan bahwa konflik itu hal yang buruk, sesuatu yang negatif, merugikan, dan harus dihindari. Konflik disinonimkan dengan istilah violence, destruction, dan irrationality. Konflik ini merupakan suatu hasil disfungsional akibat komunikasi yang buruk, kurang kepercayaan, keterbukaan di antara orang – orang, dan kegagalaan manajer untuk tanggap terhadap kebutuhan dan aspirasi karyawan.
Pandangan ini menyatakan bahwa konflik itu hal yang buruk, sesuatu yang negatif, merugikan, dan harus dihindari. Konflik disinonimkan dengan istilah violence, destruction, dan irrationality. Konflik ini merupakan suatu hasil disfungsional akibat komunikasi yang buruk, kurang kepercayaan, keterbukaan di antara orang – orang, dan kegagalaan manajer untuk tanggap terhadap kebutuhan dan aspirasi karyawan.
2.
Pandangan hubungan manusia
(The Human Relation View).
Pandangan ini menyatakan bahwa konflik dianggap sebagai suatu peristiwa yang wajar terjadi di dalam kelompok atau organisasi. Konflik dianggap sebagai sesuatu yang tidak dapat dihindari karena di dalam kelompok atau organisasi pasti terjadi perbedaan pandangan atau pendapat antar anggota. Oleh karena itu, konflik harus dijadikan sebagai suatu hal yang bermanfaat guna mendorong peningkatan kinerja organisasi. Dengan kata lain, konflik harus dijadikan sebagai motivasi untuk melakukan inovasi atau perubahan di dalam tubuh kelompok atau organisasi.
Pandangan ini menyatakan bahwa konflik dianggap sebagai suatu peristiwa yang wajar terjadi di dalam kelompok atau organisasi. Konflik dianggap sebagai sesuatu yang tidak dapat dihindari karena di dalam kelompok atau organisasi pasti terjadi perbedaan pandangan atau pendapat antar anggota. Oleh karena itu, konflik harus dijadikan sebagai suatu hal yang bermanfaat guna mendorong peningkatan kinerja organisasi. Dengan kata lain, konflik harus dijadikan sebagai motivasi untuk melakukan inovasi atau perubahan di dalam tubuh kelompok atau organisasi.
3.
Pandangan interaksionis
(The Interactionist View).
Pandangan ini cenderung mendorong suatu kelompok atau organisasi terjadinya konflik. Hal ini disebabkan suatu organisasi yang kooperatif, tenang, damai, dan serasi cenderung menjadi statis, apatis, tidak aspiratif, dan tidak inovatif. Oleh karena itu, menurut pandangan ini, konflik perlu dipertahankan pada tingkat minimum secara berkelanjutan sehingga tiap anggota di dalam kelompok tersebut tetap semangat, kritis – diri, dan kreatif.
Pandangan ini cenderung mendorong suatu kelompok atau organisasi terjadinya konflik. Hal ini disebabkan suatu organisasi yang kooperatif, tenang, damai, dan serasi cenderung menjadi statis, apatis, tidak aspiratif, dan tidak inovatif. Oleh karena itu, menurut pandangan ini, konflik perlu dipertahankan pada tingkat minimum secara berkelanjutan sehingga tiap anggota di dalam kelompok tersebut tetap semangat, kritis – diri, dan kreatif.
Jenis-jenis Konflik
Dalam Organisasi
Menurut James A.F. Stoner dan Charles Wankel dikenal ada
lima jenis konflik yaitu konflik intrapersonal, konflik interpersonal, konflik
antar individu dan kelompok, konflik antar kelompok dan konflik antar
organisasi.
1.
Konflik Intrapersonal
Konflik intrapersonal adalah konflikseseorang dengan dirinya
sendiri. Konflik terjadi bila pada waktu yang sama seseorang memiliki dua
keinginan yang tidak mungkin dipenuhi sekaligus. Sebagaimana diketahui bahwa
dalam diri seseorang itu biasanya terdapat hal-hal sebagai berikut:
Sejumlah kebutuhan-kebutuhan dan peranan-peranan yang
bersaing
Beraneka macam cara yang berbeda yang mendorong
peranan-peranan dan kebutuhan-kebutuhan itu terlahirkan.
Banyaknya bentuk halangan-halangan yang bisa terjadi di
antara dorongan dan tujuan.
Terdapatnya baik aspek yang positif maupun negatif yang
menghalangi tujuan-tujuan yang diinginkan.
Hal-hal di atas dalam proses adaptasi seseorang terhadap
lingkungannya acapkali menimbulkan konflik. Kalau konflik dibiarkan maka akan
menimbulkan keadaan yang tidak menyenangkan.
Ada tiga macam bentuk konflik intrapersonal yaitu :
Konflik pendekatan-pendekatan, contohnya orang yang
dihadapkan pada dua pilihan yang sama-sama menarik.
Konflik pendekatan – penghindaran, contohnya orang yang
dihadapkan pada dua pilihan yang sama menyulitkan.
Konflik penghindaran-penghindaran, contohnya orang yang
dihadapkan pada satu hal yang mempunyai nilai positif dan negatif sekaligus.
2. Konflik Interpersonal
Konflik Interpersonal adalah pertentangan antar seseorang
dengan orang lain karena pertentengan kepentingan atau keinginan. Hal ini
sering terjadi antara duaorang yang berbeda status, jabatan, bidang kerja dan
lain-lain. Konflik interpersonal ini merupakan suatu dinamika yang amat penting
dalam perilaku organisasi.
Karena konflik semacam ini akan melibatkan beberapa peranan
dari beberapa anggota organisasi yang tidak bisa tidak akan mempngaruhi proses
pencapaian tujuan organisasi tersebut.
3.
Konflik antar individu-individu dan
kelompok-kelompok
Hal ini seringkali berhubungan dengan cara individu
menghadapi tekanan-tekanan untuk mencapai konformitas, yang ditekankan kepada
mereka oleh kelompok kerja mereka. Sebagai contoh dapat dikatakan bahwa
seseorang individu dapat dihukum oleh kelompok kerjanya karena ia tidak dapat
mencapai norma-norma produktivitas kelompok dimana ia berada.
4.
Konflik antara kelompok dalam organisasi yang
sama
Konflik ini merupakan tipe konflik yang banyak terjadi di
dalam organisasi-organisasi. Konflik antar lini dan staf, pekerja dan pekerja –
manajemen merupakan dua macam bidang konflik antar kelompok.
5.
Konflik antara organisasi
Contoh seperti di bidang ekonomi dimana Amerika Serikat dan
negara-negara lain dianggap sebagai bentuk konflik, dan konflik ini biasanya
disebut dengan persaingan.Konflik ini berdasarkan pengalaman ternyata telah
menyebabkan timbulnya pengembangan produk-produk baru, teknologi baru dan
servis baru, harga lebih rendah dan pemanfaatan sumber daya secara lebih
efisien.
FAKTOR PENYEBAB
KONFLIK
1. Perbedaan individu yang meliputi perbedaan pendirian dan
perasaan.
Setiap manusia adalah individu yang unik. Artinya, setiap
orang memiliki pendirian dan perasaan yang berbeda-beda satu dengan lainnya.
Perbedaan pendirian dan perasaan akan sesuatu hal atau lingkungan yang nyata
ini dapat menjadi faktor penyebab konflik sosial, sebab dalam menjalani
hubungan sosial, seseorang tidak selalu sejalan dengan kelompoknya. Misalnya,
ketika berlangsung pentas musik di lingkungan pemukiman, tentu perasaan setiap
warganya akan berbeda-beda. Ada yang merasa terganggu karena berisik, tetapi
ada pula yang merasa terhibur.
2. Perbedaan latar belakang kebudayaan sehingga membentuk
pribadi-pribadi yang berbeda.
Seseorang sedikit banyak akan terpengaruh dengan pola-pola
pemikiran dan pendirian kelompoknya. Pemikiran dan pendirian yang berbeda itu
pada akhirnya akan menghasilkan perbedaan individu yang dapat memicu konflik.
3. Perbedaan kepentingan antara individu atau kelompok.
Manusia memiliki perasaan, pendirian maupun latar belakang
kebudayaan yang berbeda. Oleh sebab itu, dalam waktu yang bersamaan,
masing-masing orang atau kelompok memiliki kepentingan yang berbeda-beda.
Kadang-kadang orang dapat melakukan hal yang sama, tetapi untuk tujuan yang
berbeda-beda.
4. Perubahan-perubahan nilai yang cepat dan mendadak dalam
masyarakat.
Perubahan adalah sesuatu yang lazim dan wajar terjadi,
tetapi jika perubahan itu berlangsung cepat atau bahkan mendadak, perubahan
tersebut dapat memicu terjadinya konflik sosial. Misalnya, pada masyarakat
pedesaan yang mengalami proses industrialisasi yang mendadak akan memunculkan
konflik sosial sebab nilai-nilai lama pada masyarakat tradisional yang biasanya
bercorak pertanian secara cepat berubah menjadi nilai-nilai masyarakat
industri. Nilai-nilai yang berubah itu seperti nilai kegotongroyongan berganti
menjadi nilai kontrak kerja dengan upah yang disesuaikan menurut jenis
pekerjaannya. Hubungan kekerabatan bergeser menjadi hubungan struktural yang
disusun dalam organisasi formal perusahaan. Nilai-nilai kebersamaan berubah
menjadi individualis dan nilai-nilai tentang pemanfaatan waktu yang cenderung
tidak ketat berubah menjadi pembagian waktu yang tegas seperti jadwal kerja dan
istirahat dalam dunia industri. Perubahan-perubahan ini, jika terjadi seara
cepat atau mendadak, akan membuat kegoncangan proses-proses sosial di
masyarakat, bahkan akan terjadi upaya penolakan terhadap semua bentuk perubahan
karena dianggap mengacaukan tatanan kehiodupan masyarakat yang telah ada.
Bentuk-Bentuk Konflik
Secara garis besar berbagai konflik dalam masyarakat dapat
diklasifikasikan ke dalam beberapa bentuk konflik berikut ini.
a.
Berdasarkan Sifatnya
Berdasarkan sifatnya, konflik dapat
dibedakan menjadi:
1)
Konflik destruktif merupakan konflik yang muncul
karena adanya perasaan tidak senang, rasa benci dan dendam dari seseorang
maupun kelompok terhadap pihak lain.
2)
Konflik konstruktif merupakan konflik yang
bersifat fungsional, konflik ini muncul karena adanya perbedaan
kelompok-kelompok dalam menghadapi suatu masalah.
b.
Berdasarkan Posisi Pelaku yang Berkonflik
Berdasarkan posisi pelaku yang berkonflik,
konflik dibedakan menjadi:
1)
Konflik vertikal merupakan konflik antarkomponen
masyarakat di dalam satu struktur yang memiliki hierarki.
2)
Konflik horizontal merupakan konflik yang
terjadi antar individu atau kelompok yang memiliki kedudukan yang sama.
3)
Konflik diagonal merupakan konflik yang terjadi
karena adanya ketidakadilan alokasi sumber daya ke seluruh organisasi sehingga
menimbulkan pertentangan yang ekstrim
c.
Berdasarkan Sifat Pelaku yang Berkonflik
1)
Konflik terbuka, merupakan konflik yang
diketahui oleh semua pihak.
2)
Konflik tertutup merupakan konflik yang hanya
diketahui oleh orang-orang atau kelompok yang terlibat konflik.
d.
Berdasarkan Konsentrasi Aktivitas Manusia di
dalam Masyarakat
Konflik dibedakan menjadi konflik sosial,
konflik politik, konflik ekonomi, konflik budaya, dan konflik ideologi.
1)
Konflik sosial merupakan konflik yang terjadi
akibat adanya perbedaan kepentingan sosial dari pihak yang berkonflik. Konflik
sosial ini dapat dibedakan menjadi konflik:
a)
Konflik sosial vertikal
b)
Konflik sosial horizontal
2)
Konflik politik merupakan konflik yang terjadi
karena adanya perbedaan kepentingan yang berkaitan dengan kekuasaan.
3)
Konflik ekonomi merupakan konflik akibat adanya
perebutan sumber daya ekonomi dari pihak yang berkonflik.
4)
Konflik budaya merupakan konflik yang terjadi
karena adanya perbedaan kepentingan budaya dari pihak yang berkonflik.
5)
Konflik ideologi merupakan konflik akibat adanya
perbedaan paham yang diyakini oleh seseorang atau sekelompok orang.
e. Berdasarkan Cara
Pengelolaannya
Berdasarkan cara pengelolaannya, konflik dapat
dibedakan menjadi konflik interindividu, konflik antarindividu, dan konflik
antarkelompok sosial.
a.
Konflik interindividu merupakan tipe yang paling
erat kaitannya dengan emosi individu hingga tingkat keresahan yang paling
tinggi. Perspektif konflik interindividu mencakup tiga macam situasi alternatif
berikut.
a. Konflik
pendekatan-pendekatan
b.Konflik
menghindari-menghindari
c. Konflik
pendekatan-menghindari
b.
Konflik antarindividu merupakan konflik yang
terjadi antara seseorang dengan satu orang atau lebih, sifatnya kadang-kadang
substantif menyangkut perbedaan gagasan, pendapat, kepentingan, atau bersifat
emosional, menyangkut perbadaan selara, dan perasaan like/dislike.
c.
Konflik antarkelompok merupakan konflik yang
banyak dijumpai dalam kenyataan hidup manusia sebagai makhluk sosial, karena
mereka hidup berkelompok-kelompok.
Peranan Dan Aspek
Positif Konflik Dalam Organisasi
1.
Peranan Konflik
Ada berbagai pandangan mengenai konflik dalam organisasi.
Pandangan tradisional mengatakan bahwa konflik hanyalah merupakan gejala
abnormal yang mempunyai akibat-akibat negatif sehingga perlu dilenyapkan.
Pendapat tradisional ini dapat diuraikan sebagai berikut :
a.
Konflik hanya merugikan organisasi, karena itu
harus dihindarkan dan ditiadakan.
b.
Konflik ditimbulka karena perbedaan kepribadian
dan karena kegagalan dalam kepemimpinan.
c.
Konflik diselesaikan melalui pemisahan fisik
atau dengan intervensi manajemen tingkat yang lebih tinggi.
Sedangkan pandangan yang lebih maju menganggap bahwa konflik
dapat berakibat baik maupun buruk. Usaha penanganannya harus berupaya untuk
menarik hal-hal yang baik dan mengurangi hal-hal yang buruk. Pandangan ini
dapat diuraikan sebagai berikut :
a.
Konflik adalah suatu akibat yang tidak dapat
dihindarkan dari interaksi organisasional dan dapat diatasi dengan mengenali
sumber-sumber konflik.
b.
Konflik pada umumnya adalah hasil dari
kemajemukan sistem organisasi
c.
Konflik diselesaikan dengan cara pengenalan
sebab dan pemecahan masalah. Konflik dapat merupakan kekuatan untuk pengubahan
positif di dalam suatu organisasi.
2. Aspek positif konflik
Konflik bisa jadi merupakan sumber energi dan kreativitas
yang positif apabila dikelola dengan baik. Misalnya, konflik dapat menggerakan
suatu perubahan :
·
Membantu setiap orang untuk saling memahami
tentang perbedaan pekerjaan dan tanggung jawab mereka.
·
Memberikan saluran baru untuk komunikasi.
·
Menumbuhkan semangat baru pada staf.
·
Memberikan kesempatan untuk menyalurkan emosi.
·
Menghasilkan distribusi sumber tenaga yang lebih
merata dalam organisasi.
Dalam padangan modern ini konflik sebenarnya dapat
memberikan manfaat yang banyak bagi organisasi. Sebagai contoh pengembangan
konflik yang positif dapat digunakan sebagai ajang adu pendapat, sehingga
organisasi bisa memperoleh pendapat-pendapat yang sudah tersaring.
Seorang pimpinan suatu organisasi pernah menerapkan apa yang
disebutnya dengan “mitra tinju” Pada saat ada suatu kebijakan yang hendak diterapkannya
di organisasi yang dipimpinnya ia mencoba untuk mencari “mitra yang beroposisi
dengannya”.
Kadang konflik pun terjadi. Apakah itu menjadi persoalan
bagi dirinya ? “Bagi saya hal itu menjadi hal yang positif, karena saya dapat
melihat kebijakan yang dibuat tersebut dari sisi lain. Saya dapat
mengidentifikasi kemungkinan kelemahan yang ada dari situ. Selama kita masih
bisa mentolerir dan dapat mengendalikan konflik tersebut ke arah yang baik, hal
itu tidak menjadi masalah”, ujarnya.
Kesimpulannya konflik tidak selalu merugikan organisasi
selama bisa ditangani dengan baik sehingga dapat :
·
mengarah ke inovasi dan perubahan
·
memberi tenaga kepada orang bertindak
·
menyumbangkan perlindungan untuk hal-hal dalam
organisasi
·
merupakan unsur penting dalam analisis sistem
organisasi
Apabila konflik mengarah pada kondisi destruktif, maka hal
ini dapat berdampak pada penurunan efektivitas kerja dalam organisasi baik
secara perorangan maupun kelompok, berupa penolakan, resistensi terhadap
perubahan, apatis, acuh tak acuh, bahkan mungkin muncul luapan emosi
destruktif, berupa demonstrasi.
Menurut Spiegel (1994) menjelaskan ada lima tindakan yang dapat kita lakukan dalam penanganan konflik :
a. Berkompetisi
Tindakan ini dilakukan jika kita mencoba memaksakan
kepentingan sendiri di atas kepentingan pihak lain. Pilihan tindakan ini bisa
sukses dilakukan jika situasi saat itu membutuhkan keputusan yang cepat,
kepentingan salah satu pihak lebih utama dan pilihan kita sangat vital. Hanya
perlu diperhatikan situasi menang – kalah (win-win solution) akan terjadi
disini.
Pihak yang kalah akan merasa dirugikan dan dapat menjadi
konflik yang berkepanjangan.
Tindakan ini bisa dilakukan dalam hubungan atasan – bawahan,
dimana atasan menempatkan kepentingannya (kepentingan organisasi) di atas
kepentingan bawahan.
b. Menghindari konflik
Tindakan ini dilakukan jika salah satu pihak menghindari
dari situsasi tersebut secara fisik ataupun psikologis. Sifat tindakan ini
hanyalah menunda konflik yang terjadi. Situasi menag kalah terjadi lagi disini.
Menghindari konflik bisa dilakukan jika masing-masing pihak mencoba untuk
mendinginkan suasana, mebekukan konflik untuk sementara. Dampak kurang baik
bisa terjadi jika pada saat yang kurang tepat konflik meletus kembali, ditambah
lagi jika salah satu pihak menjadi stres karena merasa masih memiliki hutang
menyelesaikan persoalan tersebut.
c. Akomodasi
Yaitu jika kita mengalah dan mengorbankan beberapa
kepentingan sendiri agar pihak lain mendapat keuntungan dari situasi konflik
itu. Disebut juga sebagai self sacrifying behaviour. Hal ini dilakukan jika
kita merasa bahwa kepentingan pihak lain lebih utama atau kita ingin tetap
menjaga hubungan baik dengan pihak tersebut. Pertimbangan antara kepentingan
pribadi dan hubungan baik menjadi hal yang utama di sini.
d. Kompromi
indakan ini dapat dilakukan jika ke dua belah pihak merasa bahwa
kedua hal tersebut sama –sama penting dan hubungan baik menjadi yang utama.
Masing-masing pihak akan mengorbankan sebagian kepentingannya untuk mendapatkan
situasi menang-menang (win-win solution)
e. Berkolaborasi
Menciptakan situasi menang-menag dengan saling bekerja sama.
Pilihan tindakan ada pada diri kita sendiri dengan konsekuensi dari
masing-masing tindakan. Jika terjadi konflik pada lingkungan kerja, kepentingan
dan hubungan antar pribadi menjadai hal yang harus kita pertimbangkan.
Proses Terjadinya
Konflik
1. Potensi Pertentangan atau Ketidakselarasan
Tahap pertama dalam proses terjadinya konflik adalah
munculnya kondisi-kondisi yang menciptakan peluang bagi pecahnya konflik.
Kondisi-kondisi tersebut tidak harus mengarah langsung pada konflik, tetapi
salah satunya diperlukan jika konflik akan muncul. Secara sederhana,
kondisi-kondisi tersebut dapat dipadatkan ke dalam tiga kategori umum, yaitu:
- Komunikasi: Sebuah ulasan mengenai penelitian menunjukkan bahwa konotasi kata yang menimbulkan makna yang berbeda, pertukaran informasi yang tidak memadai, dan kegaduhan pada saluran komunikasi merupakan hambatan komunikasi dan kondisi potensial pendahulu yang menimbulkan konflik. Penelitian menunjukkan bahwa potensi konflik meningkat ketika terjadi terlalu sedikit atau terlalu banyak informasi. Jelas, meningkatnya komunikasi menjadi fungsional sampai pada suatu titik, dan diatasnya dengan terlalu banyak komunikasi, meningkat pula potensi konflik.
- Struktur: Istilah struktur digunakan dalam konteks ini untuk mencakup variabel-variabel seperti ukuran, kadar spesialisasi dalam tugas-tugas yang diberikan kepada anggota kelompok, keserasian antara anggota dan tujuan, gaya kepemimpinan, sistem imbalan, dan kadar ketergantungan antar kelompok. Penelitian menunjukkan bahwa ukuran dan spesialisasi bertindak sebagai daya yang merangsang konflik. Semakin besar kelompok dan semakin terspesialisasi kegiatan-kegiatannya, semakin besar pula kemungkinan terjadinya konflik. Semakin besar ambiguitas dalam mendefinisikan secara tepat dimana letak tanggung jawab atas tindakan, semakin besar potensi munculnya konflik.
- Variabel-variabel Pribadi: Kategori ini meli[uti kepribadian, emosi, dan nilai-nilai. Bukti menunjukkan bahwa jenis kepribadian tertentu memiliki potensi memunculkan konflik. Emosi juga dapat menyebabkan konflik. Nilai yang berbeda-beda yang dianut tiap-tiap anggota dapat menjelaskan munculnya konflik
2. Kognisi dan Personalisasi
Sebagaimana yang telah disinggung dalam definisi mengenai
konflik, disyaratkan adanya persepsi. Karena itu, salah satu pihak (atau lebih)
harus menyadari adanya kondisi-kondisi pendahulu. Namun karena suatu konflik
yang dipersepsi, tidak berarti bahwa konflik itu dipersonalisasi. Konflik yang
dipersepsi merupakan kesadaran oleh satu atau lebih pihak akan adanya
kondisi-kondisi yang menciptakan peluang munculnya konflik. Pada tahap ini
mungkin tidak berpengaruh apapun pada perasaan satu dan yang lainnya. Baru pada
tingkat perasaan, yaitu ketika orang mulai terlibat secara emosional, para
pihak tersebut merasakan kecemasan, ketegangan, frustasi, atau rasa bermusuhan.
Tahap ini penting karena disinilah isu-isu konflik biasanya didefinisikan.
Pada tahapan proses inilah, para pihak memutuskan konflik itu tentang apa, dan
pada akhirnya ini sangat penting karena cara sebuah konflik didefinisikan akan
menentukan jalan panjang menuju akhir penyelesaian konflik.
3. Maksud
Mengintervensi antara persepsi serta emosi orang dan
perilaku mereka. Masud adalah keputusan untuk bertindak dengan cara tertentu.
Seseorang harus menyimpulkan maksud orang lain untuk mengetahui bagaimana
sebaiknya menanggapi perilakunya itu. Banyak konflik bertambah parah semata-mata
karena salah satu pihak salah dalam memahami maksud pihak lain. Selain itu,
biasanya ada perbedaan yang besar antara maksud dan perilaku, sehingga perilaku
tidak selalu mencerminkan secara akurat maksud seseorang.
Dengan menggunakan sifat kooperatif (kadar sampai mana salah
satu pihak berupaya memuaskan kepentingan pihak lain) dan sifat tegas (kadar
sampai mana salah satu pihak berupaya memperjuangkan kepentingannya sendiri),
lima maksud penanganan konflik berhasil diidentifikasi:
- Bersaing: yaitu hasrat untuk memuaskan kepentingan pribadi, tanpa memedulikan dampaknya atas pihak lain yang berkonflik dengannya. Perilaku ini mencakup maksud untuk mencapai tujuan anda dengan mengorbankan tujuan orang lain, berupaya meyakinkan orang lain bahwa kesimpulan anda benar dan kesimpulannya salah, dan mencoba membuat orang lain dipersalahkan atas suatu masalah.
- Bekerja sama: yaitu suatu situasi dimana pihak-pihak yang berkonflik ingin sepenuhnya memuaskan kepentingan kedua belah pihak. Maksud para pihak adalah menyelesaikan masalah dengan memperjelas perbedaan ketimbang mengakomodasi berbagai sudut pandang.
- Menghindar: yaitu hasrat untuk menarik diri dari konflik atau menekan sebuah konflik. Maksud dari perilaku ini adalah mencoba mengabaikan suatu konflik dan menghindari orang lain yang berbeda pendapat.
- Akomodatif: yaitu kesediaan salah satu pihak yang berkonflik untuk menempatkan kepentingan lawannya di atas kepentingannya sendiri. Maksud dari perilaku ini adalah supaya hubungan tetap terpelihara, salah satu pihak bersedia berkorban.
- Kompromis: yaitu situasi dimana masing-masing pihak yang berkonflik bersedia mengalah dalam satu atau lain hal. Saat itulah terjadi tindakan berbagi yang mendatangkan kompromi. Maksud kompromis ini tidak jelas siapa yang menang dan kalah. Tiba-tiba muncul kesediaan dari pihak-pihak yang berkonflik untuk membatasi objek konflik dan menerima solusi meski sifatnya sementara. Karena itu, cirri khas maksud kompromis adalah masing-masing pihak rela menyerahkan sesuatu atau mengalah.
4. Perilaku
Tahapan selanjutnya dalam proses terjadinya konflik adalah
perilaku yang meliputi pernyataan, aksi dan reaksi yang dibuat oleh pihak-pihak
yang berkonflik. Perilaku konflik ini biasanya merupakan upaya kasat mata untuk
mengoperasikan maksud dari masing-masing pihak. Tetapi perilaku ini memiliki
kualitas stimulus yang berbeda dari maksud.
Jika konflik bersifat disfungsional, maka perlu dilakukan
berbagai teknik penting untuk meredakannya. Para manajer mengendalikan tingkat
konflik dengan manajemen konflik(conflict management), yaitu pemanfaatan
teknik-teknik resolusi dan dorongan (stimulasi) untuk mencapai tingkat konflik
yang diinginkan.
5. Akibat
Jalinan aksi-reaksi antara pihak-pihak yang berkonflik
menghasilkan konsekuensi. Akibat atau konsekuensi itu bisa bersifat
fungsional, dalam arti konflik tersebut menghasilkan kinerja kelompok, atau
juga bisa bersifat disfungsional karena justru menghambat kinerja kelompok.
- Akibat fungsional: Meningkatnya keragaman kultur dari anggota dapat memberikan manfaat lebih besar bagi organisasi. Penelitian memperlihatkan bahwa heterogenitas antaranggota kelompok dan organisasi dapat meningkatkan kreativitas, memperbaiki kualitas keputusandan memfasilitasi perubahan dengan cara meningkatkan fleksibilitas anggota.
- Akibat disfungsional: Pertengkaran yang tak terkendali menumbuhkan rasa tidak senang, yang menyebabkan ikatan bersama renggang, dan pada akhirnya menuntun pada kehancuran kelompok. Diantara konsekuensi-konsekuensi yang tidak diharapkan tersebut, terdapat lambannya komunikasi, menurunnya kekompakan kelompok, dan subordinasi tujuan kelompok oleh dominasi perselisihan antar anggota.
- Menciptakan konflik fungsional: Salah satu cara organisasi menciptakan konflik fungsional adalah dengan memberi penghargaan kepada orang yang berbeda pendapat dan menghukum mereka yang suka menghindari konflik.
Example :
Tidak ada komentar:
Posting Komentar