Sabtu, 14 Juni 2014


A.    Perubahan Organisasi
Untuk dapat bertahan, suatu organisasi harus menyesuaikan dengan lingkungan. Perubahan merupakan suatu modifikasi atau berubahnya suatu sistem dalam sebuah organisasi. Perubahan organisasi artinya perubahan dalam organisasi seperti menambahkan orang baru, memodifikasi suatu program, merubah misi, susunan dan sistem-sistem dalam sebuah organisasi. Perubahan yang dimaksud dapat juga berarti membawa organisasi ke arah penyempurnaan dan berbeda dengan  keadaan sebelum terjadi perubahan.
Tujuan perubahan:
a)      Mengupayakan perbaikan kemampuan organisasi untuk menyesuaikan diri terhadap perubahan dalam lingkungan.

b)      Mengupayakan perubahan perilaku karyawan.
Jika suatu organisasi ingin tetap hidup, maka organisasi harus menanggapi perubahan dalam lingkungan. Bila para pesaing memperkenalkan produk atau jasa baru, badan pemerintah memberlakukan undang-undang baru, sumber-sumber pasokan yang penting gulung tikar, atau terjadi perubahan lingkungan yang serupa, organisasi perlu menyesuaikan diri. Upaya untuk merangsang motivasi, memberi wewenang karyawan dan memperkenalkan tim kerja merupakan contoh kegiatan perubahan terencana yang diarahkan pada menjawab perubahan dalam lingkungan. Karena sukses atau kegagalan suatu organisasi pada hakikatnya disebabkan oleh hal-hal yang dilakukan oleh para karyawan dan Dalam organisasi yang bertanggung jawab untuk mengelola kegiatan perubahan adalah agen perubahan. Agen perubahan dapat berupa manajer atau bukan manajer, karyawan atau konsultan luar.


B. Sumber-Sumber Perubahan
a.       Lingkungan
Perubahan lingkungan sangat mempengaruhi perubahan organisasi, misalnya perubahan kebudayaan, teknologi, ekonomi di lingkungan organisasi.
b.      Sasaran dan nilai
Dorongan lain untuk perubahan datang dari modifikasi sasaran organisasi serta perubahan nilai yang dapat menyebabkan perubahan sasaran.
c.       Teknik
Sistem taknik merupakan suatu sumber perubahan organisasi, yang meliputi perubahan bentuk dan fungsi suatu produk atau jasa dalam sebuah organisasi dan juga sistem transformasi yang dipakai oleh organisasi tersebut.
d.      Struktur
Struktur merupakan sumber perubahan dalam organisasi, yang mana perubahan tersebut berkaitan dengan perubahan-perubahan dan sistem dalam subsistem yang lain.
e.       Manajerial
Peranan manajerial dalam perencanaan dan pengawasan dalam organisasi adalah mempertahankan keseimbangan yang dinamis antara kebutuhan akan stabilitas dengan kebutuhan adaptasi.
f.       Konsultan
Konsultan merupakan salah stu prndorong yang kuat dalam perubahan organsiasi, yang digambarkan sebagai jawaban yang mencari pertanyaan atau pemecahan yang mencari persoalan.


C. Model Perubahan Organisasi
1.      Model perubahan Lewin
Kurt Lewin mengembangkan ke dalam tiga tahap dalam model perubahan organisasi yang meliputi bagaimana mengambil inisiatif perubahan, mengelola dan menstabilkan proses perubahan itu sendiri. Kemudian Robbins menjelaskan tahap perubahan tersebut menjadi unfreezing, movement dan refreezing.
Unfreezing (pencairan) merupakan proses awal, pada tahap ini terjadi pencairan perilaku dan sistem lama pertentangan terjadi antara factor pendorong dan penentang pada perubahan ini. Tahap ini akan lancar jika factor pendorong mendominasi. Langkah ini biasanya meliputi usaha penurunan tegangan-tegangan dalam suatu organisasi ke taraf yang ada sekarang.

Movement (tindakan) adalah melakukan tindakan yang akan mengubah sistem social dari tingkat perilaku aslinya ke suatu tatanan perilaku yang baru yang  meliputi perubahan values, kepercayaan, sikap, cara kerja dan prosedur kerja. Pada tahap ini pekerja diberi informasi baru, model dan sistem kerja yang diinginkan dan yang akan diterapkan, atau sebuah cara pandang baru.

Refreezing (pengentalan kembali) merupakan tahap pembekuan kembali perilaku, sisitem serta cara pandang yang diharapakan. Pada tahap ini diperlukan sebuah peneguhan dan penegasan kembali tentang arti pentingnya perubahan yang telah dilaksanakan.

Dalam model tiga tahap ini, Lewin menggunakan beberapa asumsi yang melandasi keberhasilan perubahan. Asumsi yang dipakai Lewin adalah sebagai berikut:
·         Proses perubahan menyangkut mempelajari sesuatu yang baru, dan tidak melakukan sikap atau perilaku saat ini.
·         Perubahan harus didorong dengan adanya keinginan dan motivasi untuk berubah.

·         Manusia adalah penggerak perubahan.
·         Adanya resistensi, perubahan yaitu sebuah keniscayaan, walaupun tujuan perubahan sangat diinginkan.
·         Perubahan yang efektif memerlukan penguatan perilaku baru, sikap, dan praktik organisasioanal.


GAGASAN DASAR LEWIN
•memang cukup fundamental, yakni bahwa suatu perubahan organisasi selalu diiringi dengan dua kekuatan yang menolak dan menerima perubahan. Ini dilambangkan dengan deretan anak panah ke atas dan ke bawah,


Tahap-Tahap Transformasi Organisasi Lewin
Tahap
Langkah
Strategi
UNFREEZING: Pencairan kebekuan lama
Menghilangkan keseimbangan equilibrium yang menopang stabilitas organisasional
u  Memamfaatkan ketertekanan (stress) atau ketidakpuasan yang ada di dalam sistem yang berlaku
u  Menciptakan kekuatan tambahan pada perubahan, atau mengurangi resitensi. Misalnya melakukan sosialisasi tentang perlunya perubahan

CHANGE OR MOVEMENT
Gerak menuju Perubahan
Mempengaruhi gerak atau perubahan yang terjadi pada sistem yang sedang tidak seimbang tersebut menuju arah yang diinginkan

u  Memberi pelatihan pola-pola perilaku baru
u  Mengubah hubungan pelaporan dan sistem imbalan
u  Menerapkan gaya manajemen baru

REFREEZING
Pembekuan kembali equilibrium baru
Tahap ini akan terjadi ketika pola-pola perilaku baru sudah stabil atau terinstitusionalisasi
u  Membuat kebijakan baru dalam rekrutmen agar orang-orang yang direkrut cocok dengan kultur baru dan dapat bekerja dengan baik dalam struktur dan sistem imbalan baru serta gaya manajemen baru tersebut



2.      Model perubahan Pasmore
Proses perubahan Pasmore berlangsung dalam delapan tahap. Kedelapan tahap tersebut meliputi :
·         Tahap persiapan
Tahap ini dimulai dengan mengumpulkan sejumlah pengetahuan tentang perlunya organisasi melakukan perubahan.

·         Tahap analisis kekuatan dan kelemahan
Setelah persiapan matang selanjutnya adalah melakukan analisis kondisi internal maupun eksternal berkaitan dengan kekuatan dan kelemahan yang dimiliki organisasi. Ini sangat berpengaruh terhadap kondisi perusahaan yang akan datang.

·         Tahap Mendesain Sub Unit Organisasi Baru
Untuk mendukung perubahan diperlukan sub unit organisasi yang mempunyai fleksibelitas menghadapi perubahan organisasi.

·         Tahap Mendesain proyek

Proyek di sini adalah perubahan secara menyeluruh dan berhubungan. Agar perubahan yang terjadi terintegrasi, maka seluruh anggota organisasi disertakan.

·         Tahap Mendesain Sistem Kerja
Sistem kerja adalah bagian penting untuk memformalisasikan pekerjaan terutama yang bersifat rutin.

·         Tahap Mendesain Sistem Pendukung
Sistem pendukung merupakan sarana untuk melanggengkan perubahan yang sedang terjadi dan akan dilakukan.

·         Tahap Mendesain Mekanisme Integratif
Merupakan proses untuk menjadikan sistem kerja dapat terkoordinasi secara baik dan berkesinambungan.

·         Tahap Implementasi Perubahan
Tahap ini merupakan yang terakhir, tahap implementasi perubahan dengan didukung oleh semua pihak dan dipimpin oleh pimpinan organisasi.

3.      Model perubahan Kreitner dan Kinicki
Model perubahan yang dikemukakan oleh Kreitner dan Kinicki adalah model perubahan dengan pendekatan sistem. Dalam model ini ditawarkan kerangka kerja unuk menggambarkan kompleksitas perubahan organisasi. Perubahan ini terdiri dari beberapa komponen yaitu input, unsur-unsur yang hendak dirubah, dan output. Ketiga komponen tersebut memiliki keterkaitan dan berhubungan satu sama lainnya. Input merupakan faktor pendorong. Unsur yang hendak dirubah dalam model ini meliputi aturan organisasi, faktor sosial, metode, desain kerja, teknologi dan aspek manusia. Sedangkan output dari model ini adalah perubahan disemua level organisasi, perubahan di semua level kelompok dan perubahan individual. 
4.      Model perubahan Kyagi 
Model perubahan ini menekankan pada peran kekuatan agen perubah dalam mengelola perubahan. Sedangkan dalam tahap implementasi menekankan pentingnya transition management. Transition management merupakan suatu proses yang sistematis yang meliputi perencanaan, pengorganisasian dan implementasi perubahan dari kondisi sekarang menuju perubahan yang diharapkan. Komponen perubahan yang dikemukakan oleh Tyagi meliputi: adanya kekuatan perubah, mengetahui permasalahan yang hendak dirubah, proses penyelesaian masalah, mengimplementasikan perubahan.
5.       Model untuk mengelola perubahan organisasi ( Robbins )
Perubahan diprakarsai oleh kekuatan tertentu. Kekuasaan tersebut dijalankan di dalam organisasi oleh seorang agen perubahan. Agen tersebut memilih tindakan intervensinya; artinya dia memilih apa yang harus diubah. Pelaksanaan dari intervensi ini terdiri dari dua bagian yaitu, apa yang dilakukan dan bagaimana melakukannya. Bagian apa membutuhkan tiga langkah: mencairkan keadaan status, bergerak kesuatu keadaan yang baru, dan membekukan kembali keadaan untuk menjadikannya permanaen. Bagian bagaimana merujuk pada taktis yang digunakan oleh agen tersebut untuk melaksanakan proses perubahan bersangkutan. Perubahan pada suatu bidang dari organisasi kemugkinan akan mendorong timbulnya kekuatan baru untuk perubahan lainnya. 
6.      Model Lippit, Watson dan Wesley
Model ini merupkan perluasan dari 3 langkah proses perubahan dari Lewin. Lippit, Watson, Wesley mengembangkan langkah prosedur perubahan Lewin menjadi 6 frase perubahan yang berencana antara lain :
a. Pengembangan suatu kebutuhan untuk melakukan perubahan
b. Menciptakan suatu tata hubungan perubahan
c. Melakukan perubahan
d. Generalisasi dan stabilisasi dari perubahan tersebut
e. Pencapaian suatu tata hubungan terminal
D. Pengembangan organisasi
            Pengembangan organisasi Organization Development (OD) adalah kumpulan intervensi perubahan terencana yang dibangun diatas nilai-nilai humanistik-demokratik yang berupaya memperbaiki keefektifan organisasi dan kesejahteraan karyawan. Berikut ini pengidentifikasian nilai-nilai yang mendasar dalam upaya OD (Organization Development):
1.      Penghargaan orang
2.      Percaya dan mendukung
3.      Penyamaan kekuasaan
4.      Konfrontasi
5.      Partisipasi
Adapun beberapa teknik atau intervensi OD untuk membangkitkan perubahan yang dipertimbangkan oleh agen perubahan yaitu
1. Pelatihan kepekaan: Kelompok pelatihan yang berupaya mengubah perilaku lewat interaksi kelompok yang tidak terstruktur
2. Umpan balik survey: Penggunaan kuesioner untuk mengenali penyimpangan-penyimpangan diantara persepsi anggota diikuti dengan pembahasan dan saran perbaikan
3. Konsultasi proses: Konsultan memberi kepada seorang klien wawasan kedalam apa yang terjadi disekitar klien itu didalam diri klien itu. Dan antara itu dengan orang lain, mengidentifikasi proses-proses yang memerlukan perbaikan.
4. Pembinaan Tim: Interaksi tinggi dikalangan anggota tim untuk meningkatkan kepercayaan dan keterbukaan. Pengembangan tim meningkatkan kepercayaan dan keterbukaan diantara anggota tim.
5. Pengembangan antar kelompok: Upaya OD untuk mengubah sikap, stereotipe dan persepsi yang dimiliki satu kelompok terhadap kelompok lain.
E. Cara mengatasi penolakan perubahan
            Coch dan French Jr. mengusulkan 6 taktik yang dipakai untuk mengatasi penolakan terhadap perubahan yakni:
a.       Pendidikan dan komunikasi
Penolakan dapat dikurangi dengan melakukan komunikasi dengan para pegawai untuk membantu mereka melihat logika dari perubahan. Taktik tersebut berasumsi bahwa sumber penolakan perubahan terletak pada salah informasi atau komunikasi yang jelek. Hal ini dicapai melalui diskusi perorangan, memo, presentasi kelompok atau laporan.

b.       Partisipasi
Orang sukar menolak suatu keputusan tentang perubahan jika ia terlibat di dalamnya. Dengan mengasumsikan bahwa para pegawai mempunyai keahlian untuk memberi kontribusi yang berguna, keikutsertaan mereka dapat mengurangi perubahan, mendapatkan komitmen, dan meningkatkan kualitas dari keputusan mengenai perubahan.

c.       Bantuan dan Dukungan
Agen-agen perubahan dapat menawarkan sejumlah usaha yang mendukung untuk mengurangi penolakan. Jika ketakutan serta ketegangan dari pegawai itu tinggi, maka konsultasi dan terapi pegawai, pelatihan ketrampilan baru, atau liburan pendek yang dibayar dapat membantu berlangsungnya penyesuaian.

d.      Negosiasi
Taktik ini mengisyaratkan pertukaran suatu yang bernilai untuk mengurangi penolakan. Misalnya jika perlawanan itu dipusatkan pada sejumlah kecil individu yang berkuasa, sebuah paket imbalan dapat dinegoisasikan untuk memenuhi kebutuhan peribadi mereka.

e.       Manipulasi dan kooptasi
Manipulasi merujuk pada usaha untuk mempengaruhi secara terbuka. Memutarbalikan dan mengubah fakta agar tampak lebih menarik, menyimpan informasi yang tidak menguntungkan atau menciptakan kabar angin yang salah agar para pegawai menerima suatu perubahan. Cooptasi adalah suatu bentuk manipulasi dan patisipasi. Cooptasi berarti mencoba menyuap suatu pimpinan kelompok penolak dengan memberikan peran penting dalam keputusan mengenai perubahan.

f.       Paksaan
Taktik yang menerapkan ancaman atau kekerasan langsung terhadap mereka yang menolak seperti ancaman dipindahkan, hilangnya promosi, evaluasi prestasi kerja yang negatif, atau surat rekomendasi yang jelek.

Lebih lanjut seorang Tokoh memaparkan bahwa sebelum melakukan, terdapat 6 pendekatan-pendekatan spesifik yang harus selalu diperhatikan untuk mengatasi penolakan terhadap perubahan, yaitu:
·         Organisasi harus selalu siap untuk perubahan yang menunjukkan keefektifan organisasi tersebut.
·         Perubahan organisasi akan gagal jika manajemen puncak gagal dalam memberikan informasi mengenai perubahan pada anggota organisasi.
·         Jangan berasumsi bahwa anggota organisasi melakukan penolakan terhadap perubahan secara sadar. Manajer harus menggunakan model sistem perubahan untuk mengidentifikasi hambatan yang disebabkan oleh proses implementasi.
·         Persepsi atau interpretasi anggota organisasi mengenai perubahan secara signifikan dapat menyebabkan penolakan. Anggota organisasi tidak akan menolak perubahan jika mereka berpendapat bahwa keuntungan dari perubahan dapat mereka rasakan juga.

Berdasarkan keempat hal di atas, maka para atasan, pemegang jabatan, atau manajer dari suatu organisasi disarankan untuk:
·         Memberikan informasi sebanyak mungkin mengenai perubahan kepada para pegawai.
·         Menjelaskan alasan dilakukannya perubahan.
·         Mengadakan pertemuan agar para pegawai dapat bertanya mengenai hal- hal yang berkaitan dengan perubahan.
·         Memberikan kesempatan kepada semua pegawai untuk mendiskusikan bagaimana perubahan dapat menguntungkan mereka. Rekomendasi- rekomendasi tersebut sangat penting dan dapat dikomunikasikan dengan semua pegawai selama berlangsungnya proses perubahan.

Manajemen Stress

A. Pengertian Stress
Stress adalah suatu kondisi dinamik yang di dalamnya seorang individu dikonfrontasikan dengan suatu peluang, kendala (konstraints), atau tuntutan (demands) yang dikaitkan dengan apa yang sangat diinginkannya dan yang hasilnya dipersepsikan tidak pasti dan penting.
Secara lebih khusus, stress dikaitkan dengan kendala (Kekuatan yang mencegah individu dan melakukan apa yang sangat diinginkan) dan tuntutan (Hilangnya sesuatu yang sangat diinginkan). Yang pertama mencegah Anda untuk mengerjakan apa yang sangat Anda inginkan. Yang kedua mengacu pada hilangnya sesuatu yang sangat diinginkan. Dua kondisi diperlukan agar stres potensial menjadi stres yang sebenarnya.

B. Dampak Stress
Dampak dan akibat dari stress itu  sendiri dalam buku Organizational Behavior (Robbin), dikelompokkan menjadi tiga gejala, yaitu gejala Fisiologis, Psikologis, dan Perilaku.
·         Gejala Fisiologis, meliputi sakit kepala, tekanan darah tinggi, dan sakit jantung.
·         Gejala Psikologis, meliputi kecemasan, depresi, dan menurunnya tingkat kepuasan kerja.
·         Gejala Perilaku, meliputi perubahan produktivitas, kemangkiran dan perputaran karyawan.

C. Manajemen Stress
Tingkat stress yang tinggi, atau bahkan tingkat rendah tetapi berkepanjangan, dapat mendorong  kinerja karyawan yang menurun dan karenanya menuntut tindakan dari manajemen. Dari titik pandang individu, tingkat stres yang rendah malahan kemungkinan besar akan dipersepsikan sebagai tidak diinginkan. Oleh karena itu tidak kecil kemungkinan bagi karyawan dan manajemen untuk memiliki gagasan yang berbeda mengenai apa yang menentukan tingkat stres yang dapat diterima pada pekerjaan. Apa yang mungkin dianggap oleh manajemen sebagai “Perangsang yang positif yang mempertahankan agar adrenalin mengalir terus” sangat besar kemungkinan dianggap sebagai “tekanan berlebihan”oleh karyawan itu. Hendaknya ada pendekatan individual terhadap organisasional ke pengelolaan stress.
Terdapat 2 pendekatan dalam manajemen stress, yaitu:
1 Pendekatan individu
  1. Penerapan Manajemen Waktu
Pengaturan waktu yang sangat tepat akan menjamin seseorang tidak akan menjadi stres. Dikarenaka setiap orang pastinya memiliki rasa lelah yang sangat besar dan perlukan pembagian waktu untuk istirahat dan merelaksasikan tubuh dari kepadatan jadwal kerja.
  1. Penambahan Waktu Olah Raga
Dalam tubuh manusia diperluakan olah raga yang dapat mengatur dan merangsang syaraf motorik dan otot-otot sehingga membuat badan kita menjadi bugar. Ketahanan fisik yang dimiliki pun akan semakin baik. Olah raga pun bisa dilakukan seminggu 3 kali atau 1 minggu sekali.
  1. Pelatihan Relaksasi
Cara yang ampuh dalam relaksasi bisa dengan mendengarkan musik atau menonton film sambil bersantai. Namun ada juga yang malakukan meditasi atau yoga.
  1. Perluasan Jaringan Social
Berhubungan dengan banyak orang memang sangat diperlukan. Selain dengan mempermudah dalam pekerjaan, dengan memiliki banyak jaringan pertemanan juga bisa kita manfaatkan sebagi tempat berbagi dalam memecahkan masalah yang dialami.
2. Pendekatan Organisasional
  • Menciptakan Iklim Organisasi yang Mendukung
Banyak organisasi besar saat ini cenderung memformulasi struktur birokratik yang tinggi yang menyertakan infleksibel. Ini dapat membawa stress kerja yang tinggi. Strategi pengaturan mungkin membuat struktur lebih desentralisasi dan organik dengan membuat keputusan partisipatif dan aliran keputusan ke atas. Perubahan struktur dan proses struktural mungkin akan menciptakan iklim yang lebih mendukung bagi pekerja, memberikan mereka lebih banyak kontrol terhadap pekerjaan, dan mungkin akan mencegah atau mengurangi stress kerja.
  • Penetapan Tujuan yang Realistis
Setiap organisasi pastinya memiliki suatu tujuan yang pasti. Baik bersifat profit maupun non profit. Namun tujuan organisasi itu harus juga bersifat real sesuai dengan kemampuan yang dimiliki oleh organisasi tersebut. Dengan tujuan yang jelas dan pasti serta sesuai dengan kemampuan anggotanya maka segala tujuan pasti akan tercapai.
  • Penyeleksian Personil dan Penempatan yang Baik
Pada dasarnya kemampuan atau skill yang dimiliki oleh setiap orang mungkin akan berbeda satu sama lain. Penyesuaiaan penempatan yang baik dan penyeleksian diperluakan suatu perusahaan atau organisasi agar setiap tujuan dapat tercapai dengan baik
  • Perbaikan komunikasi organisasi
Komunikasi sangatlah penting dalam berorganisasi. Komunikasi dapat mempermudah kerja seseorang terutama dalam team work. Sesama anggota yang tergabung dalam satu kelompok selalu berkoordinasi dan membicarakan program yang akan dilakukan. Komunikasinya pun harus baik dan benar. Perbedaan cara kordinasi dan instruksi ke atasan maupun bawahan. Sering sekali terjadi kesalahan dan tidak mampu menempatkan posisi dan jabatan sehingga terjadi kesalahan dalam mengkomunikasikan.
  • Membuat bimbingan konseling
Rasa tidak tahan dan ingin keluar dari tekanan-tekanan yang dirasakan tentunya akan menambah rasa stress. Konseling dengan psikolog sedikitnya mungking bisa membantu keluar dari tekanan stress.

Kamis, 05 Juni 2014

KONFLIK

Konflik berasal dari kata kerja Latin configere yang berarti saling memukul. Secara sosiologis, konflik diartikan sebagai suatu proses sosial antara dua orang atau lebih (bisa juga kelompok) dimana salah satu pihak berusaha menyingkirkan pihak lain dengan menghancurkannya atau membuatnya tidak berdaya.
Robbin (1996: 431) mengatakan konflik dalam organisasi disebut sebagai The Conflict Paradoks, yaitu pandangan bahwa di sisi konflik dianggap dapat meningkatkan kinerja kelompok, tetapi di sisi lain kebanyakan kelompok dan organisasi berusaha untuk meminimalisasikan konflik. Pandangan ini dibagi menjadi tiga bagian, antara lain:
1.     Pandangan tradisional (The Traditional View).
      Pandangan ini menyatakan bahwa konflik itu hal yang buruk, sesuatu yang negatif, merugikan, dan harus dihindari. Konflik disinonimkan dengan istilah violence, destruction, dan irrationality. Konflik ini merupakan suatu hasil disfungsional akibat komunikasi yang buruk, kurang kepercayaan, keterbukaan di antara orang – orang, dan kegagalaan manajer untuk tanggap terhadap kebutuhan dan aspirasi karyawan.
2.     Pandangan hubungan manusia (The Human Relation View).
      Pandangan ini menyatakan bahwa konflik dianggap sebagai suatu peristiwa yang wajar terjadi di dalam kelompok atau organisasi. Konflik dianggap sebagai sesuatu yang tidak dapat dihindari karena di dalam kelompok atau organisasi pasti terjadi perbedaan pandangan atau pendapat antar anggota. Oleh karena itu, konflik harus dijadikan sebagai suatu hal yang bermanfaat guna mendorong peningkatan kinerja organisasi. Dengan kata lain, konflik harus dijadikan sebagai motivasi untuk melakukan inovasi atau perubahan di dalam tubuh kelompok atau organisasi.
3.     Pandangan interaksionis (The Interactionist View).
      Pandangan ini cenderung mendorong suatu kelompok atau organisasi terjadinya konflik. Hal ini disebabkan suatu organisasi yang kooperatif, tenang, damai, dan serasi cenderung menjadi statis, apatis, tidak aspiratif, dan tidak inovatif. Oleh karena itu, menurut pandangan ini, konflik perlu dipertahankan pada tingkat minimum secara berkelanjutan sehingga tiap anggota di dalam kelompok tersebut tetap semangat, kritis – diri, dan kreatif.

Jenis-jenis Konflik Dalam Organisasi

Menurut James A.F. Stoner dan Charles Wankel dikenal ada lima jenis konflik yaitu konflik intrapersonal, konflik interpersonal, konflik antar individu dan kelompok, konflik antar kelompok dan konflik antar organisasi.

1.       Konflik Intrapersonal

Konflik intrapersonal adalah konflikseseorang dengan dirinya sendiri. Konflik terjadi bila pada waktu yang sama seseorang memiliki dua keinginan yang tidak mungkin dipenuhi sekaligus. Sebagaimana diketahui bahwa dalam diri seseorang itu biasanya terdapat hal-hal sebagai berikut:
Sejumlah kebutuhan-kebutuhan dan peranan-peranan yang bersaing
Beraneka macam cara yang berbeda yang mendorong peranan-peranan dan kebutuhan-kebutuhan itu terlahirkan.
Banyaknya bentuk halangan-halangan yang bisa terjadi di antara dorongan dan tujuan.
Terdapatnya baik aspek yang positif maupun negatif yang menghalangi tujuan-tujuan yang diinginkan.
Hal-hal di atas dalam proses adaptasi seseorang terhadap lingkungannya acapkali menimbulkan konflik. Kalau konflik dibiarkan maka akan menimbulkan keadaan yang tidak menyenangkan.
Ada tiga macam bentuk konflik intrapersonal yaitu :
Konflik pendekatan-pendekatan, contohnya orang yang dihadapkan pada dua pilihan yang sama-sama menarik.
Konflik pendekatan – penghindaran, contohnya orang yang dihadapkan pada dua pilihan yang sama menyulitkan.
Konflik penghindaran-penghindaran, contohnya orang yang dihadapkan pada satu hal yang mempunyai nilai positif dan negatif sekaligus.

2.      Konflik Interpersonal

Konflik Interpersonal adalah pertentangan antar seseorang dengan orang lain karena pertentengan kepentingan atau keinginan. Hal ini sering terjadi antara duaorang yang berbeda status, jabatan, bidang kerja dan lain-lain. Konflik interpersonal ini merupakan suatu dinamika yang amat penting dalam perilaku organisasi.
Karena konflik semacam ini akan melibatkan beberapa peranan dari beberapa anggota organisasi yang tidak bisa tidak akan mempngaruhi proses pencapaian tujuan organisasi tersebut.

3.       Konflik antar individu-individu dan kelompok-kelompok

Hal ini seringkali berhubungan dengan cara individu menghadapi tekanan-tekanan untuk mencapai konformitas, yang ditekankan kepada mereka oleh kelompok kerja mereka. Sebagai contoh dapat dikatakan bahwa seseorang individu dapat dihukum oleh kelompok kerjanya karena ia tidak dapat mencapai norma-norma produktivitas kelompok dimana ia berada.

4.       Konflik antara kelompok dalam organisasi yang sama

Konflik ini merupakan tipe konflik yang banyak terjadi di dalam organisasi-organisasi. Konflik antar lini dan staf, pekerja dan pekerja – manajemen merupakan dua macam bidang konflik antar kelompok.

5.       Konflik antara organisasi

Contoh seperti di bidang ekonomi dimana Amerika Serikat dan negara-negara lain dianggap sebagai bentuk konflik, dan konflik ini biasanya disebut dengan persaingan.Konflik ini berdasarkan pengalaman ternyata telah menyebabkan timbulnya pengembangan produk-produk baru, teknologi baru dan servis baru, harga lebih rendah dan pemanfaatan sumber daya secara lebih efisien.

FAKTOR PENYEBAB KONFLIK

1. Perbedaan individu yang meliputi perbedaan pendirian dan perasaan.
Setiap manusia adalah individu yang unik. Artinya, setiap orang memiliki pendirian dan perasaan yang berbeda-beda satu dengan lainnya. Perbedaan pendirian dan perasaan akan sesuatu hal atau lingkungan yang nyata ini dapat menjadi faktor penyebab konflik sosial, sebab dalam menjalani hubungan sosial, seseorang tidak selalu sejalan dengan kelompoknya. Misalnya, ketika berlangsung pentas musik di lingkungan pemukiman, tentu perasaan setiap warganya akan berbeda-beda. Ada yang merasa terganggu karena berisik, tetapi ada pula yang merasa terhibur.

2. Perbedaan latar belakang kebudayaan sehingga membentuk pribadi-pribadi yang berbeda.
Seseorang sedikit banyak akan terpengaruh dengan pola-pola pemikiran dan pendirian kelompoknya. Pemikiran dan pendirian yang berbeda itu pada akhirnya akan menghasilkan perbedaan individu yang dapat memicu konflik.

3. Perbedaan kepentingan antara individu atau kelompok.
Manusia memiliki perasaan, pendirian maupun latar belakang kebudayaan yang berbeda. Oleh sebab itu, dalam waktu yang bersamaan, masing-masing orang atau kelompok memiliki kepentingan yang berbeda-beda. Kadang-kadang orang dapat melakukan hal yang sama, tetapi untuk tujuan yang berbeda-beda.

4. Perubahan-perubahan nilai yang cepat dan mendadak dalam masyarakat.
Perubahan adalah sesuatu yang lazim dan wajar terjadi, tetapi jika perubahan itu berlangsung cepat atau bahkan mendadak, perubahan tersebut dapat memicu terjadinya konflik sosial. Misalnya, pada masyarakat pedesaan yang mengalami proses industrialisasi yang mendadak akan memunculkan konflik sosial sebab nilai-nilai lama pada masyarakat tradisional yang biasanya bercorak pertanian secara cepat berubah menjadi nilai-nilai masyarakat industri. Nilai-nilai yang berubah itu seperti nilai kegotongroyongan berganti menjadi nilai kontrak kerja dengan upah yang disesuaikan menurut jenis pekerjaannya. Hubungan kekerabatan bergeser menjadi hubungan struktural yang disusun dalam organisasi formal perusahaan. Nilai-nilai kebersamaan berubah menjadi individualis dan nilai-nilai tentang pemanfaatan waktu yang cenderung tidak ketat berubah menjadi pembagian waktu yang tegas seperti jadwal kerja dan istirahat dalam dunia industri. Perubahan-perubahan ini, jika terjadi seara cepat atau mendadak, akan membuat kegoncangan proses-proses sosial di masyarakat, bahkan akan terjadi upaya penolakan terhadap semua bentuk perubahan karena dianggap mengacaukan tatanan kehiodupan masyarakat yang telah ada.

Bentuk-Bentuk Konflik

Secara garis besar berbagai konflik dalam masyarakat dapat diklasifikasikan ke dalam beberapa bentuk konflik berikut ini.

a.       Berdasarkan Sifatnya

Berdasarkan sifatnya, konflik dapat dibedakan menjadi:
1)          Konflik destruktif merupakan konflik yang muncul karena adanya perasaan tidak senang, rasa benci dan dendam dari seseorang maupun kelompok terhadap pihak lain.
2)          Konflik konstruktif merupakan konflik yang bersifat fungsional, konflik ini muncul karena adanya perbedaan kelompok-kelompok dalam menghadapi suatu masalah.

b.      Berdasarkan Posisi Pelaku yang Berkonflik

Berdasarkan posisi pelaku yang berkonflik, konflik dibedakan menjadi:
1)          Konflik vertikal merupakan konflik antarkomponen masyarakat di dalam satu struktur yang memiliki hierarki.
2)          Konflik horizontal merupakan konflik yang terjadi antar individu atau kelompok yang memiliki kedudukan yang sama.
3)          Konflik diagonal merupakan konflik yang terjadi karena adanya ketidakadilan alokasi sumber daya ke seluruh organisasi sehingga menimbulkan pertentangan yang ekstrim

c.       Berdasarkan Sifat Pelaku yang Berkonflik

1)          Konflik terbuka, merupakan konflik yang diketahui oleh semua pihak.
2)          Konflik tertutup merupakan konflik yang hanya diketahui oleh orang-orang atau kelompok yang terlibat konflik.

d.      Berdasarkan Konsentrasi Aktivitas Manusia di dalam Masyarakat
Konflik dibedakan menjadi konflik sosial, konflik politik, konflik ekonomi, konflik budaya, dan konflik ideologi.
1)          Konflik sosial merupakan konflik yang terjadi akibat adanya perbedaan kepentingan sosial dari pihak yang berkonflik. Konflik sosial ini dapat dibedakan menjadi konflik:
a)         Konflik sosial vertikal
b)         Konflik sosial horizontal
2)          Konflik politik merupakan konflik yang terjadi karena adanya perbedaan kepentingan yang berkaitan dengan kekuasaan.
3)          Konflik ekonomi merupakan konflik akibat adanya perebutan sumber daya ekonomi dari pihak yang berkonflik.
4)          Konflik budaya merupakan konflik yang terjadi karena adanya perbedaan kepentingan budaya dari pihak yang berkonflik.
5)          Konflik ideologi merupakan konflik akibat adanya perbedaan paham yang diyakini oleh seseorang atau sekelompok orang.

e.       Berdasarkan Cara Pengelolaannya

Berdasarkan cara pengelolaannya, konflik dapat dibedakan menjadi konflik interindividu, konflik antarindividu, dan konflik antarkelompok sosial.
a.       Konflik interindividu merupakan tipe yang paling erat kaitannya dengan emosi individu hingga tingkat keresahan yang paling tinggi. Perspektif konflik interindividu mencakup tiga macam situasi alternatif berikut.
a. Konflik pendekatan-pendekatan
b.Konflik menghindari-menghindari
c. Konflik pendekatan-menghindari
b.      Konflik antarindividu merupakan konflik yang terjadi antara seseorang dengan satu orang atau lebih, sifatnya kadang-kadang substantif menyangkut perbedaan gagasan, pendapat, kepentingan, atau bersifat emosional, menyangkut perbadaan selara, dan perasaan like/dislike.
c.       Konflik antarkelompok merupakan konflik yang banyak dijumpai dalam kenyataan hidup manusia sebagai makhluk sosial, karena mereka hidup berkelompok-kelompok.

Peranan Dan Aspek Positif Konflik Dalam Organisasi

                1. Peranan Konflik

Ada berbagai pandangan mengenai konflik dalam organisasi. Pandangan tradisional mengatakan bahwa konflik hanyalah merupakan gejala abnormal yang mempunyai akibat-akibat negatif sehingga perlu dilenyapkan. Pendapat tradisional ini dapat diuraikan sebagai berikut :
a.       Konflik hanya merugikan organisasi, karena itu harus dihindarkan dan ditiadakan.
b.      Konflik ditimbulka karena perbedaan kepribadian dan karena kegagalan dalam kepemimpinan.
c.       Konflik diselesaikan melalui pemisahan fisik atau dengan intervensi manajemen tingkat yang lebih tinggi.
Sedangkan pandangan yang lebih maju menganggap bahwa konflik dapat berakibat baik maupun buruk. Usaha penanganannya harus berupaya untuk menarik hal-hal yang baik dan mengurangi hal-hal yang buruk. Pandangan ini dapat diuraikan sebagai berikut :
a.       Konflik adalah suatu akibat yang tidak dapat dihindarkan dari interaksi organisasional dan dapat diatasi dengan mengenali sumber-sumber konflik.
b.      Konflik pada umumnya adalah hasil dari kemajemukan sistem organisasi
c.       Konflik diselesaikan dengan cara pengenalan sebab dan pemecahan masalah. Konflik dapat merupakan kekuatan untuk pengubahan positif di dalam suatu organisasi.

2. Aspek positif konflik

Konflik bisa jadi merupakan sumber energi dan kreativitas yang positif apabila dikelola dengan baik. Misalnya, konflik dapat menggerakan suatu perubahan :
·         Membantu setiap orang untuk saling memahami tentang perbedaan pekerjaan dan tanggung jawab mereka.
·         Memberikan saluran baru untuk komunikasi.
·         Menumbuhkan semangat baru pada staf.
·         Memberikan kesempatan untuk menyalurkan emosi.
·         Menghasilkan distribusi sumber tenaga yang lebih merata dalam organisasi.
Dalam padangan modern ini konflik sebenarnya dapat memberikan manfaat yang banyak bagi organisasi. Sebagai contoh pengembangan konflik yang positif dapat digunakan sebagai ajang adu pendapat, sehingga organisasi bisa memperoleh pendapat-pendapat yang sudah tersaring.
Seorang pimpinan suatu organisasi pernah menerapkan apa yang disebutnya dengan “mitra tinju” Pada saat ada suatu kebijakan yang hendak diterapkannya di organisasi yang dipimpinnya ia mencoba untuk mencari “mitra yang beroposisi dengannya”.
Kadang konflik pun terjadi. Apakah itu menjadi persoalan bagi dirinya ? “Bagi saya hal itu menjadi hal yang positif, karena saya dapat melihat kebijakan yang dibuat tersebut dari sisi lain. Saya dapat mengidentifikasi kemungkinan kelemahan yang ada dari situ. Selama kita masih bisa mentolerir dan dapat mengendalikan konflik tersebut ke arah yang baik, hal itu tidak menjadi masalah”, ujarnya.
Kesimpulannya konflik tidak selalu merugikan organisasi selama bisa ditangani dengan baik sehingga dapat :
·         mengarah ke inovasi dan perubahan
·         memberi tenaga kepada orang bertindak
·         menyumbangkan perlindungan untuk hal-hal dalam organisasi
·         merupakan unsur penting dalam analisis sistem organisasi
Apabila konflik mengarah pada kondisi destruktif, maka hal ini dapat berdampak pada penurunan efektivitas kerja dalam organisasi baik secara perorangan maupun kelompok, berupa penolakan, resistensi terhadap perubahan, apatis, acuh tak acuh, bahkan mungkin muncul luapan emosi destruktif, berupa demonstrasi.

Menurut Spiegel (1994) menjelaskan ada lima tindakan yang dapat kita lakukan dalam penanganan konflik :

a. Berkompetisi

Tindakan ini dilakukan jika kita mencoba memaksakan kepentingan sendiri di atas kepentingan pihak lain. Pilihan tindakan ini bisa sukses dilakukan jika situasi saat itu membutuhkan keputusan yang cepat, kepentingan salah satu pihak lebih utama dan pilihan kita sangat vital. Hanya perlu diperhatikan situasi menang – kalah (win-win solution) akan terjadi disini.
Pihak yang kalah akan merasa dirugikan dan dapat menjadi konflik yang berkepanjangan.
Tindakan ini bisa dilakukan dalam hubungan atasan – bawahan, dimana atasan menempatkan kepentingannya (kepentingan organisasi) di atas kepentingan bawahan.

b. Menghindari konflik

Tindakan ini dilakukan jika salah satu pihak menghindari dari situsasi tersebut secara fisik ataupun psikologis. Sifat tindakan ini hanyalah menunda konflik yang terjadi. Situasi menag kalah terjadi lagi disini. Menghindari konflik bisa dilakukan jika masing-masing pihak mencoba untuk mendinginkan suasana, mebekukan konflik untuk sementara. Dampak kurang baik bisa terjadi jika pada saat yang kurang tepat konflik meletus kembali, ditambah lagi jika salah satu pihak menjadi stres karena merasa masih memiliki hutang menyelesaikan persoalan tersebut.

c. Akomodasi

Yaitu jika kita mengalah dan mengorbankan beberapa kepentingan sendiri agar pihak lain mendapat keuntungan dari situasi konflik itu. Disebut juga sebagai self sacrifying behaviour. Hal ini dilakukan jika kita merasa bahwa kepentingan pihak lain lebih utama atau kita ingin tetap menjaga hubungan baik dengan pihak tersebut. Pertimbangan antara kepentingan pribadi dan hubungan baik menjadi hal yang utama di sini.

d. Kompromi

indakan ini dapat dilakukan jika ke dua belah pihak merasa bahwa kedua hal tersebut sama –sama penting dan hubungan baik menjadi yang utama. Masing-masing pihak akan mengorbankan sebagian kepentingannya untuk mendapatkan situasi menang-menang (win-win solution)

e. Berkolaborasi

Menciptakan situasi menang-menag dengan saling bekerja sama. Pilihan tindakan ada pada diri kita sendiri dengan konsekuensi dari masing-masing tindakan. Jika terjadi konflik pada lingkungan kerja, kepentingan dan hubungan antar pribadi menjadai hal yang harus kita pertimbangkan.

Proses Terjadinya Konflik

1. Potensi Pertentangan atau Ketidakselarasan

Tahap pertama dalam proses terjadinya konflik adalah munculnya kondisi-kondisi yang menciptakan peluang bagi pecahnya konflik. Kondisi-kondisi tersebut tidak harus mengarah langsung pada konflik, tetapi salah satunya diperlukan jika konflik akan muncul. Secara sederhana, kondisi-kondisi tersebut dapat dipadatkan ke dalam tiga kategori umum, yaitu:
  • Komunikasi: Sebuah ulasan mengenai penelitian menunjukkan bahwa konotasi kata yang menimbulkan makna yang berbeda, pertukaran informasi yang tidak memadai, dan kegaduhan pada saluran komunikasi merupakan hambatan komunikasi dan kondisi potensial pendahulu yang menimbulkan konflik. Penelitian menunjukkan bahwa potensi konflik meningkat ketika terjadi terlalu sedikit atau terlalu banyak informasi. Jelas, meningkatnya komunikasi menjadi fungsional sampai pada suatu titik, dan diatasnya dengan terlalu banyak komunikasi, meningkat pula potensi konflik.
  • Struktur: Istilah struktur digunakan dalam konteks ini untuk mencakup variabel-variabel seperti ukuran, kadar spesialisasi dalam tugas-tugas yang diberikan kepada anggota kelompok, keserasian antara anggota dan tujuan, gaya kepemimpinan, sistem imbalan, dan kadar ketergantungan antar kelompok. Penelitian menunjukkan bahwa ukuran dan spesialisasi bertindak sebagai daya yang merangsang konflik. Semakin besar kelompok dan semakin terspesialisasi kegiatan-kegiatannya, semakin besar pula kemungkinan terjadinya konflik. Semakin besar ambiguitas dalam mendefinisikan secara tepat dimana letak tanggung jawab atas tindakan, semakin besar potensi munculnya konflik.
  • Variabel-variabel Pribadi: Kategori ini meli[uti kepribadian, emosi, dan nilai-nilai. Bukti menunjukkan bahwa jenis kepribadian tertentu memiliki potensi memunculkan konflik. Emosi juga dapat menyebabkan konflik. Nilai yang berbeda-beda yang dianut tiap-tiap anggota dapat menjelaskan munculnya konflik
 2. Kognisi dan Personalisasi

Sebagaimana yang telah disinggung dalam definisi mengenai konflik, disyaratkan adanya persepsi. Karena itu, salah satu pihak (atau lebih) harus menyadari adanya kondisi-kondisi pendahulu. Namun karena suatu konflik yang dipersepsi, tidak berarti bahwa konflik itu dipersonalisasi. Konflik yang dipersepsi merupakan kesadaran oleh satu atau lebih pihak akan adanya kondisi-kondisi yang menciptakan peluang munculnya konflik. Pada tahap ini mungkin tidak berpengaruh apapun pada perasaan satu dan yang lainnya. Baru pada tingkat perasaan, yaitu ketika orang mulai terlibat secara emosional, para pihak tersebut merasakan kecemasan, ketegangan, frustasi, atau rasa bermusuhan.
Tahap ini penting karena disinilah isu-isu konflik biasanya didefinisikan. Pada tahapan proses inilah, para pihak memutuskan konflik itu tentang apa, dan pada akhirnya ini sangat penting karena cara sebuah konflik didefinisikan akan menentukan jalan panjang menuju akhir penyelesaian konflik.

3. Maksud

Mengintervensi antara persepsi serta emosi orang dan perilaku mereka. Masud adalah keputusan untuk bertindak dengan cara tertentu. Seseorang harus menyimpulkan maksud orang lain untuk mengetahui bagaimana sebaiknya menanggapi perilakunya itu. Banyak konflik bertambah parah semata-mata karena salah satu pihak salah dalam memahami maksud pihak lain. Selain itu, biasanya ada perbedaan yang besar antara maksud dan perilaku, sehingga perilaku tidak selalu mencerminkan secara akurat maksud seseorang.
Dengan menggunakan sifat kooperatif (kadar sampai mana salah satu pihak berupaya memuaskan kepentingan pihak lain) dan sifat tegas (kadar sampai mana salah satu pihak berupaya memperjuangkan kepentingannya sendiri), lima maksud penanganan konflik berhasil diidentifikasi:
  • Bersaing: yaitu hasrat untuk memuaskan kepentingan pribadi, tanpa memedulikan dampaknya atas pihak lain yang berkonflik dengannya. Perilaku ini mencakup maksud untuk mencapai tujuan anda dengan mengorbankan tujuan orang lain, berupaya meyakinkan orang lain bahwa kesimpulan anda benar dan kesimpulannya salah, dan mencoba membuat orang lain dipersalahkan atas suatu masalah.
  • Bekerja sama: yaitu suatu situasi dimana pihak-pihak yang berkonflik ingin sepenuhnya memuaskan kepentingan kedua belah pihak. Maksud para pihak adalah menyelesaikan masalah dengan memperjelas perbedaan ketimbang mengakomodasi berbagai sudut pandang.
  • Menghindar: yaitu hasrat untuk menarik diri dari konflik atau menekan sebuah konflik. Maksud dari perilaku ini adalah mencoba mengabaikan suatu konflik dan menghindari orang lain yang berbeda pendapat.
  • Akomodatif: yaitu kesediaan salah satu pihak yang berkonflik untuk menempatkan kepentingan lawannya di atas kepentingannya sendiri. Maksud dari perilaku ini adalah supaya hubungan tetap terpelihara, salah satu pihak bersedia berkorban.
  • Kompromis: yaitu situasi dimana masing-masing pihak yang berkonflik bersedia mengalah dalam satu atau lain hal. Saat itulah terjadi tindakan berbagi yang mendatangkan kompromi. Maksud kompromis ini tidak jelas siapa yang menang dan kalah. Tiba-tiba muncul kesediaan dari pihak-pihak yang berkonflik untuk membatasi objek konflik dan menerima solusi meski sifatnya sementara. Karena itu, cirri khas maksud kompromis adalah masing-masing pihak rela menyerahkan sesuatu atau mengalah.
4. Perilaku

Tahapan selanjutnya dalam proses terjadinya konflik adalah perilaku yang meliputi pernyataan, aksi dan reaksi yang dibuat oleh pihak-pihak yang berkonflik. Perilaku konflik ini biasanya merupakan upaya kasat mata untuk mengoperasikan maksud dari masing-masing pihak. Tetapi perilaku ini memiliki kualitas stimulus yang berbeda dari maksud.
Jika konflik bersifat disfungsional, maka perlu dilakukan berbagai teknik penting untuk meredakannya. Para manajer mengendalikan tingkat konflik dengan manajemen konflik(conflict management), yaitu pemanfaatan teknik-teknik resolusi dan dorongan (stimulasi) untuk mencapai tingkat konflik yang diinginkan.

5. Akibat

Jalinan aksi-reaksi antara pihak-pihak yang berkonflik menghasilkan konsekuensi. Akibat atau konsekuensi itu bisa bersifat fungsional, dalam arti konflik tersebut menghasilkan kinerja kelompok, atau juga bisa bersifat disfungsional karena justru menghambat kinerja kelompok.
  • Akibat fungsional: Meningkatnya keragaman kultur dari anggota dapat memberikan manfaat lebih besar bagi organisasi. Penelitian memperlihatkan bahwa heterogenitas antaranggota kelompok dan organisasi dapat meningkatkan kreativitas, memperbaiki kualitas keputusandan memfasilitasi perubahan dengan cara meningkatkan fleksibilitas anggota.
  • Akibat disfungsional: Pertengkaran yang tak terkendali menumbuhkan rasa tidak senang, yang menyebabkan ikatan bersama renggang, dan pada akhirnya menuntun pada kehancuran kelompok. Diantara konsekuensi-konsekuensi yang tidak diharapkan tersebut, terdapat lambannya komunikasi, menurunnya kekompakan kelompok, dan subordinasi tujuan kelompok oleh dominasi perselisihan antar anggota.
  • Menciptakan konflik fungsional: Salah satu cara organisasi menciptakan konflik fungsional adalah dengan memberi penghargaan kepada orang yang berbeda pendapat dan menghukum mereka yang suka menghindari konflik.

Example :